Email

Kontak

Email

Kontak

Rentannya Perempuan Menjadi Korban KDRT

Fenomena kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena yang tidak akan pernah berkesudahan. Didalam UU KDRT dijelaskan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan dan perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 

Fenomena KDRT marak terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun faktor eksternal. KDRT kerap tidak terdeteksi oleh lingkungan sekitar baik oleh lingkungan terdekat koran apalagi negara karena rumah tangga merupakan ranah privasi bagi sebagian orang. 

Dr. Heni Susanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum UIR yang mengambil bidang kajian perempuan dan anak serta human trafficking menyatakan KDRT yang kerap terjadi muncul akibat relasi yang tidak setara antara pelaku dan korban dalam sebuah rumah tangga. 

“Relasi yang tidak setara sebenarnya berlangsung tidak tetap atau cenderung terus berubah seiring dengan perubahan yang terjadi di sepanjang usia sebuah rumah tangga, relasi yang tidak setara juga menyebabkan pihak yang lebih kuat mempunyai kecenderungan sebagai pelaku sedangkan pihak yang lemah akan menjadi korban, kebanyakan yang menjadi korban adalah perempuan,” ungkap Heni. 

Lebih lanjut, Heni mengungkapkan pada umumnya perempuan yang mengalami KDRT akan mengalami kekerasan secara verbal seperti bentakan dan kata-kata tidak menyenangkan, namun ada pula yang kerap mengalami kekerasan secara berlapis. 

“Tak jarang perempuan yang mengalami KDRT dari pasangannya akan mendapati dirinya menderita kekerasan berlapis yaitu kekerasan yang dilakukan secara verbal, psikis dan fisik secara bersamaan, di dalam Pasal 5 UU KDRT dijelaskan setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga baik secara fisik, psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga,” ujarnya. 

Selanjutnya, Heni mengatakan KDRT dipicu oleh banyak faktor  seperti ideologi terhadap pandangan sebuah masyarakat yang kemudian berpengaruh pada cara pandang, perilaku politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ideologi dan cara pandang masyarakat awam yang masih begitu patriarki yang kemudian mempengaruhi cara pandang dan perilaku kehidupan secara personal, rumah tangga, bermasyarakat, negara, dan bahkan tatanan kehidupan global. 

“Ideologi patriarki adalah sebuah cara pandang yang menempatkan pria sebagai pusat kehidupan sehingga mendudukan pria dalam posisi yang lebih tinggi daripada perempuan, maka ideologi ini lah yang masih menjadi salah satu faktor penyebab masih tingginya angka KDRT terhadap perempuan,” pungkasnya. 

Adapun menurutnya pasal-pasal yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku KDRT dan dapat dikenakan pidana adalah pada Pasal 44 dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak 15 Juta Rupiah dan apabila mengakibatkan korban mengalami jatuh sakit, luka berat, dipidana dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak 30 Juta Rupiah. Sementara apabila mengakibatkan matinya korban dapat dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak 45 Juta Rupiah.(kh/hms)

Source pitcure : Yayasan Kesehatan Perempuan

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Related Posts

Jl. Kaharuddin Nasution 113,
Pekanbaru 28284
Riau - Indonesia

FOLLOW UIR

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Skip to content