Email

Kontak

Email

Kontak

Bahas Sisi Strategis dan Konflik dari Pembangunan Rempang Eco City, dari Kacamata Planologi dan Tata Kota

Baru-baru ini pembangunan Kawasan Industri Pulau Rempang Kota Batam Kepulauan Riau menimbulkan konflik yang berujung kericuhan akibat sengketa tanah antara masyarakat asli Rempang, Pemerintah setempat dan Perusahaan.

Pembangunan kawasan Industri yaitu Rempang Eco City yang telah dipetakan dapat meningkatkan daya saing Indonesia terhadap negara tetangga justru berujung ketidakpastian terhadap hak tanah yang selama ini telah ratusan tahun di diami oleh masyarakat setempat yang merupakan suku asli yang terdiri dari Suku Melayu, Suku Laut, dan beberapa suku lainnya.

Dosen Program Studi (Prodi) Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Muhammad Sofwan, S.T., M.T., saat diwawancara oleh Tim Humas UIR pada Kamis (26/10/2023) ikut memberikan pendapatnya dari sudut pandang akademisi Planologi.

Ia mengungkapkan proyek strategis Rempang Eco City merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang apabila terwujud pembangunannya tentu akan meningkatkan ekonomi skala regional maupun nasional karena dekatnya daerah tersebut dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia serta Rempang Batam yang berada di kawasan Ekonomi Khusus (ZEK) memberikan insentif fiskal dan fasilitas bagi investor.

“Proyek Rempang Eco City merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN), jadi proyek ini merupakan cara pemerintah dalam meningkatkan ekonomi skala regional maupun nasional. Pemerintah saat ini memfokuskan investasi menjadi ujung tombak pembangunan, diharapkan investasi tersebut akan berpusat di tempat ini,” ungkapnya.

Sofwan juga menuturkan berpijak dari kelayakan ekonomi, proyek yang sudah digagas oleh Pemerintah Batam sejak 2004 dengan memberikan izin dan rekomendasi kepada salah satu perusahaan kontraktor untuk menggarap pembangunan dan pengembangan wilayah tersebut merupakan salah satu usaha yang baik. Akan tetapi selama proses pembangunan tentunya sedikit banyak berdampak terhadap masyarakat terutama terkait lahan yang telah di mukimi lama oleh masyarakat, terlebih persoalan ini membawa isu adat budaya dan asal usul leluhur yang sakral.

“Ada kemungkinan belum ada konsesus atau kesepakatan terkait mitigasi dampak dan proses ganti rugi lahan yang di lakukan pra pembangunan akibatnya pembangunan harus segera dilaksanakan dengan aksi penggusuran dan belum ada kesepakatan akan solusi yg di tawarkan, sehingga menimbulkan protes oleh masyarakat,”ujarnya.

Lebih lanjut, Sofwan menambahkan langkah selanjutnya yang harus ditempuh yaitu upaya relokasi yang harus didasari komunikasi yang komprehensif baik antara pemerintah dan masyarakat agar masukan dan keinginan seluruh pihak yang berkepentingan dapat tersampaikan sehingga memungkinkan adanya win-win solution.(kh/hms)

Sumber Gambar : detikNews – detik.com

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Related Posts

Jl. Kaharuddin Nasution 113,
Pekanbaru 28284
Riau - Indonesia

FOLLOW UIR

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Copyright © Universitas Islam Riau. Developed by SIMFOKOM

Skip to content