Belakagan ini ChatGPT bukan hal yang aneh, melainkan sudah menjadi keseharian yang melekat pada masyarakat bahkan dianggap sebagai pemandu jalannya kehidupan. Pada anak muda ChatGPT kerap digunakan untuk membuat tugas, makalah hingga skripsi.
Menurut Dosen Psikologi Universitas Islam Riau (UIR) Icha Herawati, S.Psi., M.Soc., Sc., secara umun penggunaan ChatGPT bagus dijadikan tempat berdiskusi karena mampu memberikan respond.
“Jika kita bertanya menggunakn ChatGPT, teknologi ini mampu menjawab dan memberi respond, artinya tida balas balas kosong saja namun belum tentu ilmiah karena tidak ada mencantumkan referensi yang jelas”, ujar Icha Herawati, S.Psi., M.Soc., Sc.
Isu yang baru – baru muncul adalah fenomena curhat di ChatGPT. Dosen Psikologi UIR melihat ini tidak sebagai hal negatif karena ChatGPT lebih memberikan respond dan masukan yang masuk akal. Menurutnya seseorang curhat karena ia memerlukan bantuan, dukungan, dan saran.
“Fenomena curhat ditempat yang tidak layak seperti Media Sosial itu sudah sering terjadi khususnya anak muda. Namun dengan adanya fenomena baru curhat di ChatGPT membuat manusia tidak membutuhkan manusia lainnya”, tambah Icha Herawati.
Sisi baik ChatGPT adalah mampu memberikan respond atau masukan masuk akan dan netral dibandingkan individu curhat pada orang yang salah atau tidak tepat. Namun teknologi ini tidak mampu memberikan dukungan psikologis dari efek curhat tersebut. Hakikatnya ketika seseorang curhat memerlukan telinga untuk didengar dan penguatan, sedangkan ChatGPT sarananya hanya memberikan respond semata.
Ada beberapa curhatan yang direspond benar secara logika namun tidak benar secara manusiawi, dan ChatGPT tidak bisa megakomodir hal itu karena manusia tidak hanya secara logika namun juga memerlukan dukungan sosial. Bagaimanapun manusia tidak bisa digantikan oleh Artificial Intelligence (AI), terdapat perbedaan rasa jika manusia berinteraksi dengan manusia dibandingkan dengan AI, ada hal yang tidak bisa didapatkan dari AI seperti respond berupa sentuhan dan tatapan mata.
“Jika kita curhat dengan manusia, respond yang ia berikan dari sentuhan atau tatapan mata saja sudah mampu menguatkan kita, dan hal ini yang tidak akan bisa diberikan oleh AI””, tutup Icha Herawati, S.Psi., M.Soc., Sc. (hms/smh)